IWA Blog

Hari PERS Nasional

Hari PERS Nasional

Hari PERS Nasional
By Galatia Chandra
Author of Hacking Your Mind Book

Pada tanggal 2 Des, 1766, parlemen Swedia mengesahkan undang-undang yang sekarang dikenal sebagai hukum yang pertama di dunia yang mendukung kebebasan pers dan kebebasan untuk memberikan informasi. Dengan adanya undang-undang ini, maka pemerintah tidak dapat lagi melakukan sensor baik untuk berita-berita ataupun tulisan-tulisan yang dibuat oleh Penulis atau PERS.

Sekalipun begitu, tentu saja, PERS atau penulis harus bertanggung jawab terhadap isi atau konten tulisan yang ditulisnya. PERS bebas memposting tulisan / berita, tetapi jika berita / tulisan itu ternyata tidak benar, Penulis / PERS juga harus berani dan bertanggung jawab untuk mengkoreksinya serta menghadapi konsekuensi hukum akibat berita atau tulisannya tersebut.

Sehingga dengan begitu PERS juga perlu berhati-hati dalam membuat tulisan / berita. Tidak serampangan menulis atau membuat konten tanpa dasar dan bukti yang sahih dan benar, apalagi jika itu dapat menimbulkan kontroversi / friksi di kalangan masyarakat.

Seorang pujangga Bernama John Milton dianggap oleh para penulis dunia sebagai seorang pejuang pertama di dunia yang berjuang untuk kebebasan pers. Waktu itu John membawa 1.644 pamphlet yang diberi judul Areopagitica. Isinya adalah untuk memprotes keputusan Parlemen Inggris yang mensyaratkan agar seluruh buku yang mau dipublikasi harus mendapat izin pemerintah Inggris.

Kebebasan PERS kini menjadi sebuah usaha baik, agar kebenaran bisa disuarakan. Oleh sebab itu, biarlah Kebebasan PERS ini dapat membuat setiap Penulis yang mempunyai ideologi baik, sekalipun itu bisa jadi bertentangan pemerintah bisa tetap terus berkarya.

Tahukah bahwa di Indonesia juga pernah terjadi bahwa ada buku di sensor dan coba dihilangkan dari peredarannya. Pramoedya Ananta Toer, salah satu sastrawan Indonesia yang saya kagumi pernah mengalami hal ini, bisa dilihat di tulisannya: https://archive.org/details/sastrasensordannegara/page/n9/mode/2up

Bukan hanya sekedar di sensor, tapi Pramoedya Ananta Toer, dirundung, ditahan, dibuang ke pulau buru untuk kerja paksa di sana, naskah-naskahnya dibakar. Hal yang sangat menyedihkan. https://tirto.id/pelarangan-buku-dan-kepedihan-pramoedya-ananta-toer-dcQZ

Kita memang tidak ingin hidup di masa lalu. Apa yang sudah terjadi, biarlah itu menjadi kenangan pahit bagi kita. Namun kejadian ini semoga tidak pernah terjadi lagi. Biarlah PERS, Penulis bisa terus bebas berkarya dan menyuarakan suara serta pikirannya.

Sekalipun begitu, Penulis, Warga Negara Indonesia juga harus mengerti Kebebasan PERS itu juga harus di atur agar jangan jadi Kebablasan PERS. Intinya adalah ketika menulis, sang penulis juga harus bertanggung jawab terhadap isi dan dampak yang ditimbulkan akibat tulisannya tersebut. Oleh karena itu Penulis / PERS tetap perlu mengerti bahwa di Indonesia ada koridor hukum (uu no. 40 tahun 1999) agar Kebebasan PERS jangan sampai menjadi Kebablasan PERS. https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/45370/uu-no-40-tahun-1999

Buat seluruh teman-teman penulis, teman-teman anggota PERS Indonesia, Selamat Hari PERS Nasional ya. Tetap berkarya dan berkreasi bagi Pengetahuan dan Pendidikan bangsa Indonesia.

“To limit the press is to insult a nation; to prohibit reading of certain books is to declare the inhabitants to be either fools or slaves: such a prohibition ought to fill them with disdain.” ― Claude Adrien Helvétius.

Have a GREAT Day! GC

Previous Post

DOING NOTHING!

Next Post

SELEKSI ALAMIAH

Leave a Comment

mahjong ways gacor

situs slot777 online