Dampak virus corona (Covid-19) berpotensi mengganggu penjualan properti. Kalangan pengusaha meminta insentif perpajakan untuk menggenjot pasar yang lesu. Vice President PT Metropolitan Kentjana Jeffri Tanudjaja mengatakan bahwa insentif perpajakan seperti pemangkasan pajak bisa menggenjot pasar properti. “Dengan keringanan pajak-pajak semua pajak yang terkait dengan industri properti maupun industri lainnya. Karena masalah ini tentunya berdampak ke hampir semua industri ya,” katanya, Minggu (15/3/2020).
Hal senada disampaikan oleh Wakil Ketua Umum Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Bidang Luar Negeri Rusmin Lawin, yang menyebutkan bahwa dengan keringanan pajak bisa meningkatkan daya beli masyarakat. “Selama ini orang juga banyak yang belum sadar pajaknya beli rumah sebesar apa. Kalau dipangkas orang akan lebih percaya diri beli properti,” kata Rusmin.
Selain bisa meningkatkan kepercayaan diri kalangan end user, kalangan investor juga jadi bisa lebih memilih properti sebagai sarana investasi, karena keuntungan yang didapat pasti tapi risiko biaya tambahan dari pajak lebih tipis. “Jadi pemangkasan pajak di segala sektor properti, baik untuk konsumen atau pengembang, akan membuat properti lebih menarik. Apalagi harga properti tidak pernah turun,” ujar Rusmin.
Hal yang sama juga disampaikan Direktur Program Jakarta Property Institute (JPI) Mulya Amri, bahwa pajak properti bagi konsumen saja sudah berat, apalagi bagi pengembang. “Beli properti sekarang pajaknya bisa sampai 30 persen dari harganya, apalagi buat yang kelas atas. Ini orang enggak sadar, begitu harus tahu kabur, enggak jadi beli,” ujarnya.
Pemangkasan pajak jual beli, BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) misalnya, sudah cukup untuk menggenjot pasar yang lesu. “Pemerintah memang sudah banyak memberikan insentif dan juga subsidi, tapi buktinya belum banyak bergerak. Ini perlu dibenahi dari sisi pajak, karena rumah adalah kebutuhan primer, orang pasti bayar,” ungkapnya. (BSN)