Di suatu pagi yang cerah, di sebuah area pekuburan, tampak sebuah mobil BMW warna hitam yang mentereng berhenti. Seorang pria berpakaian rapih turun dari pintu supir lalu mendatangi sebuah pondok yang ada di sana.
“Permisi, pak Amir ada?” Seru pria tersebut.
“Ya!” Kata pria tua yang sepertinya tinggal di pondok tersebut. “Ada apa ya, saya Pak Amir!”
“Bapak, bisa ikut ke mobil saya?” Seru pria muda tersebut.
Selanjutnya pria tersebut berjalan dengan diikuti oleh Pak Amir ke mobil. Sesampainya di mobil, pria tersebut membuka pintu penumpang. Tampak seorang wanita muda yang cantik tapi pucat pasi dan kelihatan lemah berbicara dengan pelan: “Pak Amir apa kabar?”
Pak Amir: “Saya baik-baik Non. Non apa kabar? Kok kelihatannya kurang sehat?”
Wanita: “Ya Pak Amir… Dokter memperkirakan umur saya tidak akan lama lagi. Saya mempunyai penyakit jantung yang sangat parah dan dokter menyarankan untuk melakukan ini dan itu, tapi saya tetap bertahan untuk tidak mau menerima pengobatan apa pun….
Bapak pasti taukan bahwa hampir setiap minggu selama 1 tahun ini saya selalu datang kesini, memberi uang pada bapak untuk merawat kuburan anak saya Miekewati yang ada disana. Disanalah hati saya berada dan saya nanti ingin dikubur disana agar bisa segera bertemu dengan anak saya.” Sambil menunjuk dengan tangan gemetaran dan menangis.
Pak Amir: “Ya jelas saya ingat. Tapi…”
Belum selesai pak Amir berbicara, wanita itu berbicara kembali: “Pak, saya kelihatannya akan pergi menghadap Tuhan yang maha kuasa dalam waktu dekat ini. Saya barangkali tidak dapat lagi bertemu bapak. Jadi saya mau mengucapkan banyak-banyak terima kasih untuk merapihkan kuburan anak saya dan menaruh bunga-bunga cantik yang saya beli dan berikan pada bapak untuk di taruh di sana.”
Pak Amir: “Ya, kalau merapihkan kuburan, itu memang sudah tugas saya non. Tapi saya mau jujur nih. Bunga yang setiap minggu ibu kasih kepada saya, saya tidak pernah taruh di kuburan anak ibu.”
Wanita: “Hah!!!” Ia membelalakkan matanya dan serasa tidak percaya. Kepalanya rasanya berputar-putar. Ia pun menangis lagi… “Mengapa bapak begitu tega pada saya?”
Pak Amir: “Bunga yang ibu kasih itu bunga yang sangat luar biasa bagusnya. Dan pasti harganya mahal. Saya awalnya menaruhnya di kuburan anak ibu. Lalu saya berpikir, Anak ibu sudah tidak bisa lagi merasakan itu. Jadi saya ambil bunga itu dan saya berikan pada pasien-pasien Rumah Sakit yang ada di ujung jalan itu loh bu. Mereka senang sekali dengan bunga ibu dan bunga itu sangat menghibur mereka.”
Wanita itu dengan kecewa segera memberi tanda kepada supirnya untuk pergi dari sana. Ia merasa sedih sekali dan kepalanya berputar dengan dahsyatnya, ia hampir pingsan. Oleh karenanya sang Supir segera mengantar wanita itu di RS yang berada di ujung jalan tersebut.
Saat suster memasukkan infus ke tubuh wanita itu. Wanita itu pun bertanya apakah suster itu mengenal pak Amir, kuncen tua yang menjaga kuburan dekat sana.
Suster: “Oh tentu kenal, ia luar biasa sekali bu. Karena bunga yang sering ia bawa itu, beberapa pasien yang tadinya tidak lagi berharap untuk hidup. Menjadi termotivasi dan akhirnya beberapa orang bahkan sembuh total dari penyakit yang tadinya sudah dinyatakan terminal dan tidak dapat disembuhkan.
Bunga itu katanya dari bundanya Miekewati yang begitu baik. Kalau saja saya bisa menjumpa ibu yang baik hati itu. Saya ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya.
Wanita itu tiba-tiba merasa kehangatan di dalam hatinya. Ternyata bunga yang dibelinya setiap minggu itu memberikan manfaat pada orang lain.
Singkat cerita, Sejak kejadian itu, ia rajin ke rumah sakit itu, mengunjungi orang yang sakit, memberikan bunga atau hadiah kecil dengan kata-kata semangat. Herannya semakin ia melakukan hal itu, dia semakin merasa bahagia dan kesehatannya pun berangsur-angsur pulih.
Wanita itu pun tersadar bahwa perilakunya yang tidak menghargai hidup dengan meratapi terus kepergian anaknya tidak membuatnya hidup dan bahkan menuntunnya ke liang kubur. Namun ketika ia mengerti bahwa menyalurkan kasih sayang pada orang lain justru membuat hidupnya menjadi lebih berarti. Dan hidup menjadi lebih hidup oleh kasih yang dipancarkan dan memantul kembali ke dalam dirinya dengan berlipat-lipat ganda.
Di dalam hidup ini kita tidak bisa memilih untuk bisa terus berbahagia bersama-sama orang yang kita cintai. Suatu ketika pasti kita harus berpisah. Semua masa indah pasti ada waktunya. Namun begitu jika kita harus berpisah janganlah pernah kita sesali, jangan kita ratapi perpisahan tersebut. Justru Kenanglah dan rayakanlah momen-momen bahagia yang kita pernah ukir bersama dengannya.
Hidup adalah sebuah anugerah yang patut kita syukuri. Perasaan sedih, kecewa, frustasi terhadap sesuatu hal yang terjadi itu wajar. Namun jika itu terus menerus berlangsung sepanjang hidup, itu adalah hal yang tidak wajar. Ingatlah kita masih hidup dan masih akan hidup untuk waktu yang lama.
Sebab itu kita perlu mengerti, bahwa Saat kita hidup yang terbaik itu adalah bukan nanti. Tapi SAAT INILAH sesungguhnya yang merupakan saat yang terbaik untuk memulai hidup yang sesuai dengan yang kita impi-impikan.
“Dear past, thank you for all the lessons, Dear future, I’m now ready to live my life!”
Terimalah apa yang terjadi di dalam hidup kita saat ini, biarkanlah segala kepahitan hidup, kegagalan dan kemarahan-kemarahan kita yang ada di belakang kita terbang ke langit dan menghilang dari dalam diri kita. Milikilah iman pengharapan bahwa Tuhan sedang menyiapkan hal yang terbaik untuk segera terjadi di dalam hidup kita.
”Death is not the greatest loss in life. The greatest loss is what dies inside us while we live.” – Norman Cousins
Sebab itu mari kita syukuri dan rayakan…
Have a GREAT Day! GC