Cognitive Dissonance atau disonansi kognitif sepertinya adalah sebuah istilah yang baru didengar dan aneh buat teman-teman bukan? Namun sebenarnya ada loh satu istilah yang pasti teman-teman sudah pernah dengar dan tepat menggambarkan Cognitive dissonance ini yaitu: Perang bathin.
Disonansi kognitif adalah situasi yang mengacu pada konflik mental seseorang, yang terjadi ketika keyakinan, sikap, dan perilaku seseorang tidak selaras. Sebagai contoh, seorang perokok tetap merokok, meski tahu bahwa rokok berbahaya bagi kesehatannya.
Di bawah ini adalah contoh lainnya yang merupakan kisah nyata yang terjadi di th. 2018, bagaimana seseorang terjebak dalam disonansi kognitif ini.
Ada seseorang yang memposting begini. Eh ada informasi menarik nih… Itu kolam renang Puslatdiksarmil TNI AL Juanda yang letaknya di Sidoarjo Jawa Timur berguncang-guncang dan bahkan ada ombak yang terbentuk. Itu tanda bahwa ada fenomena alam yang bisa jadi itu adalah gejala dini gempa bumi. Semoga saja gempa buminya tidak terjadi. https://youtu.be/6wUFIjOxX-4
Semua Netizen memforward berita itu kemana-mana..
Lalu ada postingan lagi yang baru yang saya tidak posting disini karena itu adalah hoax yang cukup meyakinkan. Disertai dengan seruan teman saya disalah satu sosmed lainnya sbb: “Woiii ngaco tuh… Itu hoax! Yang benar adalah itu memang kolam renang TNI AL yang punya alat untuk membuat ombak untuk latihan SAR. Nih penjelasannya” Ia pun memposting berita sanggahan tersebut.
Netizen pun langsung memforward berita itu kemana-mana.
Tidak berapa lama kemudian Komandan TNI AL beserta dengan anggota TNI AL yang menjaga kolam itu bersuara menjelaskan tentang fenomena tsunami di kolam renang tersebut yang memang benar terjadi. https://youtu.be/10aBI2AM57U
Berita simpang siur, entar benar, entar salah. Orang yang mempostingnya ketika tahu bahwa ia memposting berita hoax apa yang terjadi. Memangnya orang itu mempunyai “kegembiraan” dan ”hobi” menyebarkan berita hoax? Pastinya kalo dia manusia yang punya hati Nurani. Dia akan berpikir, “Wah ternyata hoax. Lain kali hati-hati deh kalo ada berita yang tidak pasti, sebaiknya cek dulu kebenarannya.”
Namun begitu ketika seseorang menyadari kesalahannya. Apakah dia akan memposting lagi berita yang baru itu dengan mengatakan: “Guys sorry nih salah memforward informasi barusan. Yang benar adalah seperti ini.“ Menurut saya jarang sekali, langka dan kebanyakan karena malu akibat salah memposting. Ia akan cenderung diam sambil pura-pura bodoh aja. Dia tidak menyadari bahwa di dalam dirinya sebenarnya sudah terjadi Disonansi kognitif tersebut.
Banyak juga pemimpin, berbekal dengan informasi sepotong, lalu dia mengubah kebijakannya. Setelah itu ternyata baru tau kalo dia salah. Lalu dia berusaha mengubah lagi kebijakannya. Pemimpin model mencla-mencle seperti ini masih lebih baik daripada pemimpin yang sudah tau dia melakukan kesalahan namun masih terus melanjutkannya sekalipun di dalam hatinya terjadi disonansi kognitif ini. Ingat ini ada efek yang kurang baik yang bisa terjadi pada pemimpin tersebut.
Ingatlah selalu bahwa manusia itu pada hakekatnya memiliki hasrat akan adanya konsistensi pada keyakinan, sikap dan perilakunya terutama pada hal-hal yang nuraninya mengatakan bahwa itu adalah hal yang baik dan benar. Dan.. pada dasarnya manusia itu selalu perlu stabilitas dan konsistensi di dalam hidupnya. Berperilaku tidak konsisten (mengatakan hal baik padahal hatinya mengatakan hal itu tidak baik) inilah yang disebut sebagai Disonansi Kognitif (Cognitive Dissonance).
Disonansi kognitif menurut Wikipedia merupakan sebuah teori dalam psikologi sosial yang membahas mengenai perasaan ketidaknyamanan seseorang akibat sikap, pemikiran, dan perilaku yang saling bertentangan dan memotivasi seseorang untuk mengambil langkah demi mengurangi ketidaknyamanan tersebut. Istilah disonansi kognitif pertama kali dipopulerkan oleh seorang psikolog bernama Leon Festinger pada tahun 1950an.
Ada paling sedikitnya 5 efek psikologi pada karyawan yang pemimpinnya mempunyai disonansi kognitif ini.
1. Mereka tidak akan percaya pada pemimpin tersebut.
2. Mereka cenderung untuk selalu mencari tau apa yang dikatakan oleh “boss atau atasan” dari pemimpin tersebut. Sebab itu lebih penting dari pada perkataan si pemimpin tersebut.
3. Mereka mungkin akan mengangguk tapi itu bukan tanda setuju, itu tanda bahwa mereka akan mencari tahu.
4. Mereka mulai mencari referensi seperti buku dll untuk membuktikan bahwa apa yang mereka lakukan itu penting dan benar agar pemimpin tersebut tidak berubah pikiran.
5. Mereka kecendrungannya menyaring berita dan secara konsisten mengumpan berita-berita tertentu agar Pemimpin tersebut terus mendukung usaha-usaha anak buahnya dan tidak berubah pikiran.
Dengan kata lain, pemimpin dengan disonansi kognitif, biasanya tidak dihargai oleh bawahannya. Melakukan tindakan yang tidak selaras dengan hal-hal yang baik dan benar. Serta tidak mau mengakui kesalahannya ketika ia tau benar ia berbuat salah. Memilih untuk membiarkan perang bathin terjadi di hatinya tanpa keinginan untuk membereskan serta meluruskannya.
Di dalam pengalaman hidup saya. Saya banyak merekrut pemimpin yang mempunyai kecenderungan “kepala batu” alias stubborn. Tapi tahukah teman-teman bahwa semakin stubborn dan semakin kepala batu dia. Semakin saya sukai dia. Mengapa? Sebab… ketika ia kepala batu itu artinya ia tau apa yang dilakukannya benar. Ia konsisten dan konsekuen dengan apa yang dilakukannya yang ia pegang teguh dan percayai. Inilah pemimpin-pemimpin yang kita perlukan untuk membangun bisnis yang konsisten.
Apakah Cognitive Dissonance ini bisa diubah?
Jawabannya ya. Ada 3 cara untuk mengubah perilaku Mencla-mencle atau tidak konsisten ini.
1. Kurangi “PENTING”nya keyakinan disonan kita. Misalnya kita suka makan enak sehingga kita gemuk. Jadi kita sebentar diet, sebentar tidak. Tidak konsisten. Salah satu cara untuk menjadi konsisten adalah terus berpikir bahwa makan ENAK itu sesungguhnya tidak penting. Yang penting sesungguhnya adalah makannya itu sendiri, karena tubuh kita memerlukan nutrisi. Itu penting.
2. Tambah keyakinan konsonan kita. Kalau bicara soal hidup sehat. Maka kita harus menambah keyakinan kita seperti. Tubuh sehat itu indah, penampilan bisa jadi tambah cantik/ganteng. Makan diet itu juga enak. Dll Melakukan studi dan membaca buku yang relevan terkadang juga menambah keyakinan kita pada konsonan kita sehingga kita konsisten.
3. Cari jalan tengah. Diet dan makan enak di balance! Tapi yang konsisten.
Jadi, mari kita hidup yang konsisten. Jangan mencla-mencle. Hindari Disonansi Kognitif. Di dunia yang penuh dengan informasi, terkadang otak kita bisa terombang ambing kesana kemari. Ingatlah selalu untuk terus konsisten memilih apa yang baik dan benar di dalam hidup kita. Hati Nurani kita adalah ukurannya.
”When dissonance is present, in addition to trying to reduce it, the person will actively avoid situations and information which would likely increase the dissonance.” – Leon Festinger
Have a GREAT Day! GC