By Galatia Chandra
Author of Hacking Your Mind Book
Kejadian ini pernah terjadi disebuah kota kecil di India.
Hari itu adalah hari yang sangat panas, matahari sangat terik bersinar. Seorang ibu Bersama putrinya yang berusia 5 tahun masuk ke sebuah gerbong kereta api yang penuh sesak penumpang. Bau keringat bercampur dengan parfum yang menusuk dari beberapa wanita membuat situasi yang tidak kondusif menjadi lebih buruk. Ditambah lagi penumpang entah mengapa terus berjejal memaksa masuk ke gerbong sekalipun sudah penuh sesak.
Ibu itu mengcengkeram tangan anaknya alih-alih takut terlepas dan hilang ditengah lautan manusia tersebut. Suara serak penjual asongan menembus pikiran ibu itu dan ia menatap sepasang mata cerah yang tertata dalam tubuh rapuh yang nyaris tidak tertutup kaos yang rombeng-rombeng.
Dia menyodorkan sebungkus kacang pada ibu itu sambil berkata lirih, “Hanya 2 Rupees saja ibu (kurang lebih Rp. 400).
“Tidak”, jawab ibu itu singkat dan ketus dan ibu itu memberikan isyarat tangan agar dia menyingkir dari hadapannya supaya dia bisa berjalan masuk lebih dalam lagi ke dalam kereta yang sudah sesak itu.
“Tolong lah Maaa!” Kata putrinya itu.
“Tolong lah Maaa!” Gema pria itu mengikuti suara anak tersebut.
Ibu itu memelototi pria itu dengan segala kebencian yang bisa dikumpulkannya ke wajahnya. Hidungnya kembang kempis terutama saat beberapa tubuh-tubuh kotor mendesak dia dari belakang. “Pergi!” katanya dengan ketus.
Sang putri tampak bermuram tapi diliputi rasa takut ibunya marah. Ia terdiam. Ia menghabiskan sisa perjalanan itu membuang wajahnya keluar jendela kereta api tersebut.
Dia menjadi lebih riang Ketika ia menemukan pedagang asongan itu berada di depan pintu Toilet. Matanya berbinar saat melihatnya.
“Mami, bisakah kita memberinya uang? Dia terlihat lapar sekali….”
Sang ibu yang sedang kesal karena terpaksa melakukan perjalan tersebut dengan kereta yang panas ketimbang mobil AC miliknya. Terdesak ke sana ke sini di tengah lautan manusia yang bau. Ditambah lagi adanya pedagang Asongan tersebut.
“Abaikan dia, dia bukan orang baik. Mereka biasa menangkap gadis-gadis kecil seperti kamu untuk dimasuki ke dalam karung dan dijual.” Kata ibu itu dengan sangat ketus.
Gadis itu terdiam….
Saat turun, ibu dan putrinya itu melewati kembali pedangan asongan tersebut. Ibu itu buru-buru menarik putrinya segera menjauh Ketika sadar ia dan putrinya lewat di depannya. Tidak berapa lama pedagang asongan itu melambaikan tangannya ke ibu itu sambil berteriak: “Nyonya besar, nyonya besar tunggu…. “.
“Si pria kurang ajar itu!” pikir si Ibu itu. Ia menarik putrinya untuk berjalan lebih cepat menjauh, pria itu kini berjalan tertatih tatih mengejarnya.
Setengah berlari Ibu dan putriya itu akhirnya berhasil keluar dari Stasiun tersebut dan terus mengabaikan teriakan si pedagang asongan tersebut.
Dipintu keluar dia menunggu taksi dan berharap untuk segera bisa pergi dari stasiun tersebut. Ketika ada sebuah taksi kosong yang datang ingin berhenti, sebelum taksi itu berhenti sempurna, pintu belakang mobil taksi tersebut langsung dibuka dan putrinya langsung di dorong masuk ke dalam taksi.
Saat ibu itu sudah berada di dalam taksi, rupanya si pedagang asongan itu berhasil menyusulnya. Kaca mobil taksi itu digedor-gedornya. Sang ibu itu sudah mau meminta supir taksi itu untuk pergi. Namun Ketika ia melihat sebuah benda berkilau ditangan si pedagang asongan itu, ibu itu mengurungkan niatnya.
Ditangan si pedagang asongan itu ada sebuah gelang emas 10 gram milik putrinya. Spontan sang ibu itu membuka jendela taksi itu dan mengambil gelang itu.
Si pedagang asongan itu, “anak ibu tadi menjatuhkannya Ketika ia lewat di depan saya. Dan ini sebungkus kacang untuk putri ibu” Setelah itu dia pun ngeloyor pergi.
Masih dalam keadaan shok, ibu itu terdiam. “Betapa jahat vonisku pada dia yang ternyata berhati mulia.” Si ibu itu keluar dari taksi untuk mencari pedangang asongan itu. Tapi ia sudah hilang entah dimana. Membawa semua prejudice yang ibu itu sangkakan padanya….
Belom lama ini saya mendapat sebuah video https://youtu.be/CbsIv_j3icY dari Becky Tumewu yang berjudul We are not in the same boat. Cuplikannya kira-kira seperti ini:
“I heard that we are in the same boat.
But it’s not like that.
We are in the same storm, but not in the same boat.
Full text: https://lindagraham-mft.net/we-are-not-in-the-same-boat/
Puisi yang bagus ini mengenai orang-orang yang berada dilingkungan karantina / Lockdown akibat Covid-19 dan ajakan agar kita jangan berprasangka buruk atau berasumsi pada orang lain.
Oleh karenanya mari kita tanggalkan prasangka buruk (Prejudice) pada orang lain. Jangan cepat-cepat berasumsi sebelum kita mengenalnya.
Kita jangan cepat-cepat menghakimi. Kita juga harus mengingat bahwa Prejudices turunannya adalah Diskriminasi. Jadi jangan biasakan diri kita untuk berasumsi, menghakimi orang lain dan mendiskriminasi orang lain. Sebab itu adalah sebuah gejala kejiwaan.
Pada saat Pandemi Corona Virus ini, lihatlah diri kita, keluarga kita, lingkungan kita. Lakukan apa yang kita bisa lakukan untuk membuat diri kita aman dan sehat berserta keluarga. Lakukan kebaikan jika kita mampu. Tanggalkan semua prasangka buruk, prejudice…
Because we are not in the same boat….
“Prejudices are what fool use for reason.” – Voltaire
Have a GREAT Day! GC