Seorang pengusaha bercerita bagaimana susahnya ia membangun bisnisnya. Ceritanya begitu mengharukan sekaligus heroik ketika dia menceritakan bagaimana ia harus tidur di kolong jembatan saat pertama tiba di Jakarta & ketika itu, dia juga baru beranjak remaja.
Dengan susah payah dia merangkak dari bawah untuk bertahan hidup dan merayap meningkatkan taraf kehidupannya. Saat menikah ia tidak punya uang sepeser pun. Hidup di rumah kontrakan kecil. Tetapi, dia tidak pernah patah semangat. Dia mengamati cara kerja orang sukses, mencontoh & memodifikasi sendiri produknya. Hingga akhirnya dia pun sukses. Dia berhasil membangun 3 pabrik yang cukup besar.
Namun, sayang sekali. Perusahaan itu kini diterpa badai masalah internal. Pemicunya tak lain & tak bukan sesungguhnya adalah sikap pemimpin tersebut itu sendiri yang sangat arogan. Dia sangat otoriter & antikritik.
“Saya manusia, kamu juga manusia bukan? Kalau saya bisa, kalian juga pasti bisa,” serunya pada anak buahnya dengan pongah. Dia pun menolak ide-ide baru. “Tidak ada di dunia ini yang namanya bekerja Smart… Semua usaha hanya akan bisa berhasil kalo kita bekerja keras… Hardwork… Bekerja Keras!”
Dengan kepercayaan diri yang super tinggi serta arogansinya ia mengelola perusahaan dengan apa maunya & mood dia. Sebagai akibatnya, turn over atau masuk keluar karyawan pun menjadi tinggi. Sisa karyawan yang bertahan hanyanya kelompok “yesman dan yeswati” atau mereka yang suka ‘menjilat’ sang boss dan tidak berani menentang apa pun yang dikatakan boss sekalipun mereka tidak setuju dan tau kalau apa yang dilakukan si boss itu salah.
Dia menginginkan anak buahnya mengikuti pelatihan. Padahal, sesungguhnya dia sendirilah yang perlu mengikuti pelatihan tersebut. Pun ketika anak buahnya menjadi pintar, dia pun tidak mengijinkan anak buahnya untuk menuntunnya. Dia malahan sering berkata: “Elu atau gua boss disini hah? Gua sudah cukup makan asam garam perusahaan ini! Pokoke ……” Inilah respon yang sering digunakan saat memimpin anak buahnya.
Mengapa seseorang menjadi sombong setelah ia sukses?
Pada dasarnya setiap manusia itu di desain untuk menjadi orang “baik” terhadap orang lain, karena sejak saat kecil kita diajarkan juga apa yang dinamakan sopan santun atau manner. Kita semua sesungguhnya “Nice by default”.
Lalu mengapa seseorang bisa berubah menjadi Arogan?
Pada awal-awal ketika seseorang mulai berusaha, orang itu pasti berbuat baik pada orang lain, ramah dan rendah hati serta mau untuk bekerjasama serta mendengarkan irang lain ketika bekerja keras untuk menggapai kesuksesannya. Hingga pada suatu ketika, ia berhasil sukses dengan usahanya. Ketika itu terjadi, Dia pun mulai dihinggapi kekhawatiran.
Karena banyak orang mulai mengincar sesuatu dari dirinya. Barangkali saja itu kontak-kontaknya, uangnya, ide bisnisnya, hal-hal berharga darinya. Bahkan beberapa orang bisa jadi menggunakan nama pengusaha tersebut demi untuk memperoleh kesuksesan orang tersebut.
Bahkan apa yang menyakitkan adalah beberapa orang yang tadinya dianggap sebagai sahabat, keluarga, mereka mulai memperlihatkan wajah aslinya dalam memanfaatkan diri orang sukses tersebut. Bahkan ia bisa mencium rasa iri di hati mereka yang mencuat keluar dan memperlihatkan wujud aslinya.
Pada mulanya ia tetap bersikap manis dan sabar. Tapi hal itu semakin lama semakin tipis hingga suatu ketika si pengusaha itu merasa perlu untuk memasang tameng diseputar dirinya untuk melindungi diri.
Pengusaha itu pun menjadi jarang senyum seperti dahulu, ia menjadi lebih hati-hati untuk meresepon orang-orang lain yang mencoba mendekatinya. Ia menjadi sensitif dan cenderung bersikap reaktif dan mudah marah. Inilah sebabnya pengusaha seperti itu kecendrungannya menjadi arogan atau terlihat sombong oleh orang lain.
Seorang CEO dari perusahaan Fortune 100 mengatakan, “Success can lead to arrogance. When we are arrogant, we quit listening. When we quit listening, we stop changing. In today’s rapidly moving world, if we quit changing, we will ultimately fail.”
Antara Confidence & Arrogance Leaders
Sesungguhnya, jika kita berbicara tentang Arrogance Leaders, Maka Pemimpin tipe ini sesungguhnya adalah tipe pemimpin yang kurang percaya pada dirinya sendiri.
Oleh karena kekurang-percayaan dirinya inilah maka ia merasa harus berlindung di dalam kulit keras yang namanya arogansi. Tipe pemimpin arogansi ini gampang sekali marah karena ia juga merasa perlu membungkus dirinya dengan duri-duri tajam agar ia aman dan nyaman berlindung di dalamnya.
Beda sekali dengan tipe pemimpin yang Confidence, Tipe pemimpin yang percaya diri ini selalu “percaya pada dirinya”, oleh karena itu tipe pemimpin seperti ini mau mendengarkan orang lain dan menerima sudut pandang orang lain. Hal ini baginya bukanlah merupakan ancaman dan akan membuat dirinya seperti kelihatan bodoh.
Tipe pemimpin seperti ini selalu membangun team yang hebat, selalu memotivasi orang dan mempengaruhi bawahannya secara positif. Sekalipun anak buahnya melakukan kesalahan, ia merasa percaya diri bahwa hal itu tidak akan membuat perusahaannya bangkrut. Ia malahan berpikir bahwa kesalahan anak buah itu merupakan sebuah proses agar perusahaannya bisa semakin lebih maju.
So bagi teman-teman Leader & Pengusaha, be careful! jika kita sombong, Itu sesungguhnya adalah sebuah pertanda bahwa kita tidak mempercayai diri kita lagi.
”A true leader has the CONFIDENCE to stand alone, the COURAGE to make tough decisions, and the COMPASSION to listen to the needs of others. He does not set out to be a leader, but becomes one by the equality of his actions and the integrity of his intent.” – Douglas MacArthur
Wish you all the best and Success for you! Have a GREAT Day! GC