Sejumlah pengembang memproyeksi dipangkasnya suku bunga acuan 7 Day Reverse Repo Rate lebih lanjut sebesar 25 basis poin menjadi 4,5 persen oleh Bank Indonesia tidak memberi dampak besar bagi pasar properti.
Direktur PT Ciputra Development Harun Hajadi yang mengatakan bahwa langkah ini tidak cukup untuk mendorong sektor properti di tengah wabah pandemi virus corona (Covid-19).
“Kalau mau ada dampaknya, penurunan bunga harus dibarengi dengan stimulus lain yang lebih konkret on the ground,” katanya kepada Bisnis, Jumat (23/2/2020).
Adapun, menurutnya langkah penurunan suku bunga ini tidak diprioritaskan untuk satu sektor, melainkan perekonomian secara umum agar dapat membantu negara membatasi sebaran Covid-19 di Indonesia.
Senada, Sekretaris Jenderal Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) Ari Tri Priyono mengatakan bahwa penurunan suku bunga ini kemungkinan hanya akan berdampak di lapisan perekonomian secara umum.
“Ini (penurunan suku bunga) akan ada dampaknya, kalau tidak ada corona. Semoga saja jurus ini ampuh,” katanya.
Manager Research & Consultancy Coldwell Banker Commercial Angra Angreni saat dihubungi terpisah mengatakan bahwa umumnya, pemangkasan suku bunga harusnya bisa tetap jadi angin segar untuk pasar properti meskipun menghadapi kondisi terserang wabah seperti sekarang ini.
“Ini memang menjadi harapan sekali oleh para konsumen terutama end-user, pemangkasan suku bunga harusnya bisa berdampak positif terhadap pertumbuhan market perumahan,” ujarnya.
Jika penyerapan didominasi oleh end-user, imbuh Angra, daya dan minat beli akan terus ada. Adapun, permasalahan virus sangat berdampak terhadap market investor, sedangkan end-user masih tetap ada.
“Buktinya, meskipun orang-orang khawatir untuk keluar rumah, transaksi dan komunikasi antar konsumen dan pemasaran dapat dilakukan via telepon dan transfer (biaya),”.
Perumahan Kelas Menengah Lebih Aman dari NPL
Rasio kredit bermasalah perbankan meningkat dan sektor properti dianggap menjadi salah satu penyebabnya. Namun, persoalan itu sebenarnya bisa dikurangi jika semakin banyak pengembang yang membangun rumah untuk kelas menengah.
Vice President Coldwell Banker Commercial Dani Indra Bhatara mengatakan bahwa apabila kenaikan rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) perbankan disikapi dengan pengurangan kredit properti, maka akan semakin mempengaruhi permintaan dan penjualan properti.
“Bank akan memperketat screening terhadap konsumen, sehingga akan ada konsumen yg ditolak KPR (kredit pemilikan rumah)-nya. Dengan demikian, kemungkinan akan batal pembelian unitnya,” katanya saat dihubungi Bisnis, Senin (16/3/2020).
Sebagai antisipasi, perbankan bisa bekerja sama dengan pengembang untuk menyediakan cara bayar lain yang lebih mudah. Beberapa solusi di antaranya memperbesar uang muka, tetapi bisa dicicil lebih panjang sehingga nilai plafon kreditnya dapat lebih kecil.
Alternatif cicilan ke pengembang yang lebih panjang juga bisa jadi solusi, karena sekarang sumber pembiayaan tidak hanya harus ke perbankan, tapi bisa juga kerja sama dengan lembaga keuangan lainnya,” jelas Dani.
Adapun, menurut Dani, perumahan kelas menengah hingga subsidi bisa menjadi pilihan jika perbankan ingin bekerja sama dengan pengembang menyediakan kredit properti.
“Jenis properti ini (rumah segmen menengah dan subsidi) cenderung lebih aman, karena cukup banyak end user yang membeli rumahnya,” ujarnya.
Pembeli dari segmen pengguna, imbuhnya, cenderung lebih berhati hati dalam membeli properti, lebih memperhitungkan kemampuan cicilan, dan berusaha melunasi karena rumahnya ditinggali.
“Dengan demikian, pengembang yang bekerja sama dengan perbankan juga bisa mempertimbangkan untuk menambah portofolio rumah kelas menengah untuk membantu agar NPL perbankan tidak tinggi,” ungkapnya. (BSN)